Kamis, 03 Juli 2008

KABAR DARI JABAR

Bismillah...

Alhamdulillah 26-28 Juni 2008 telah dilaksanakan Musawarah Anggota (Musyag) Lembaga Dakwah Mahasiswa (LDM) UIN Sunan Gunung Djati Bandung, terpilih sebagai Formatur LDM Masa Jihad 2008-2009 Akhuna Arif Muflihin (FDK/MD'05) dan Mid Formatur Akhuna Dendi Rohman (FTK/P.Biologi' 05).

Info FSLDKD XX Puskomda Bandung Raya dan Priangan Timur dan Wilayah III Cirebon 28-30Juni 2008:

Terpilih : 1. Puskomda Bandung Raya Periode 2008-2010: SKI ITTelkom

Tuan Rumah FSLDKD XXI PDA Bandung-Raya: STTTekstil

2. Pemekaran Puskomda Pritim dan Wil III Cirebon menjadi dua Puskomda, yakni:

- Puskomda Priangan Timur: LDK AT-Tarbiyah STKIP Garut

- Puskomda Wil III Cirebon: UMMNI Unswagati

Tuan Rumah FSLDKD I PDA Priangan Timur dan Wil III Cirebon: STAIN Cirebon


Barakallahu lakum... Moga keberkahan dakwah kian terasakan. Allahu Akbar!!!

Jumat, 20 Juni 2008

FSLDKD untuk DUA Daerah

Bismillah...

Perjalanan dakwah yang kian lama kian matang. Perjalanan dakwah yang kian lama kian terjal. Perjalanan dakwah tak surut meski kian tersudut...

Ikhwah, jangan lewatkan momen besar FSLDKD XX Puskomda Bandung-Raya dan Puskomda Priangan Timur dan wilayah III Cirebon 28-30 Juni 2008 di ITTelkom Bandung. Mari satukan semangat, potensi dan pemikiran kita untuk dakwah yang lebih rapi, progresif dan profesional menuju Indonesia madani.

Jumat, 30 Mei 2008

Info Pribar

Bismillah...

Alhamdulillah telah dilaksanakan FSLDKD VII Priangan Barat pada tanggal 17-19 Mei 2008 di GAMIS UMMI- Sukabumi. Telah terpilih Puskomda baru periode 2008-2010 KMA-AKA Bogor dan DKM AL-Hurriyah IPB sebagai Tuan Rumah FSLDKD VIII.

Semoga dakwah ke depan lebih gemilang!


Minggu, 24 Februari 2008

Temu Puskomda Jabar

Bismillah... .

Insya Allah pada tgl 2 maret 2008, akan dilaksanakan temu puskomda se jabar (Bandung Raya, Pritim dan wil.3 cirebon, Pribar), bertempat di masjid Ikomah UIN Sunan Gunung Djati Bandung, Jl. A.H Nasution No.105 Cibiru.

Diharapkan kepada semua perwakilan dari Puskomda, BP-da bisa hadir dalam acara ini. Jangan lupa siapkan bahan u presentasi.Kepada Puskomda diharapkan meneruskan undangan ini kepada BP-da nya.
Mari rapatkan barisan, bersama menuju cita Jabar madani.

jzkmlh khair...

Sri Reno Sumilak - BP Puskomnas FSLDK Jabar
LDM UIN Bandung
081321257270 - sri_reno@yahoo. com

Sabtu, 29 Desember 2007

FSLDK untuk Indonesia

Indonesia kembali menangis................
saudara kita di beberapa daerah terkena bencana
berikan wujud keprihatinan kita dengan
- posko FSLDK baik puskomda dan ldk-ldk
- usulan progran recovery
dll
usulan bisa dikirimkan ke an_nhl@yahoo.com
jazakallah
adi uin sgd bandung

Jumat, 14 Desember 2007

Tiga Fitnah Dunia Yang Menimpa Dai

Fitnah dunia telah sedemikian hebatnya mengganas, menyerang dan menguasai pikiran mayoritas umat manusia. Fitnah itu mengkristal menjadi ideologi yang banyak dianut manusia, yaitu materialisme. Rasulullah saw., pada 14 abad lalu telah memprediksinya dalam sebuah hadits yang terkenal disebut dengan hadits Wahn, ”Hampir saja bangsa-bangsa mengepung kalian, sebagaimana orang lapar mengepung tempat makanan. Berkata seorang sahabat, “ Apakah karena kita sedikit pada saat itu ? Rasul saw. bersabda,” Bahkan kalian pada saat itu banyak, tetapi kalian seperti buih, seperti buih lautan. Allah akan mencabut dari hati musuh kalian rasa takut pada kalian. Dan Allah memasukkan ke dalam hati kalian Wahn. Berkata seorang sahabat,” Apakah Wahn itu wahai Rasulullah saw ? Rasul saw, bersabda, “Cinta dunia dan takut mati” (HR Abu Dawud)
Dunia dengan segala isinya adalah fitnah yang banyak menipu manusia. Dan Rasulullah saw., telah memberikan peringatan kepada umatnya dalam berbagai kesempatan, beliau bersabda dalam haditsnya: Dari Abu Said Al-Khudri ra dari Nabi saw bersabda: ”Sesungguhnya dunia itu manis dan lezat, dan sesungguhnya Allah menitipkannya padamu, kemudian melihat bagaimana kamu menggunakannya. Maka hati-hatilah terhadap dunia dan hati-hatilah terhadap wanita, karena fitnah pertama yang menimpa bani Israel disebabkan wanita”(HR Muslim) (At-Taghaabun 14-15).
Macam-macam Fitnah Dunia
Secara umum fitnah kehidupan dunia dapat dikategorikan menjadi tiga bentuk, yaitu: wanita, harta dan kekuasaan.
Fitnah Wanita
Dahsyatnya fitnah wanita telah disebutkan dalam Al-Qur’an dan Hadits. Bahkan surat ‘Ali Imran 14 menempatkan wanita sebagai urutan pertama yang banyak dicintai oleh manusia dan pada saat yang sama menjadi fitnah yang paling berbahaya untuk manusia. Rasulullah saw. bersabda, ” Tidaklah aku tinggalkan fitnah yang lebih besar bagi kaum lelaki melebihi fitnah wanita” (HR Bukhari dan Muslim).
Fitnah wanita dapat menimpa siapa saja dari seluruh level tingkatan manusia baik dari kalangan pemimpin maupun rakyat biasa. Sejarah telah membuktikan kenyataan tersebut. Banyak para pemimpin dunia yang jatuh karena faktor fitnah wanita. Dan fitnah wanita juga dapat menimpa para dai dan pemimpin dai. Bahkan salah satu hadits yang paling terkenal dalam Islam, yaitu hadits niat, sebab keluarnya karena ada salah seorang yang hijrah ke Madinah untuk menikahi wanita yang bernama Ummu Qois. Maka dikenallah dengan sebutan Muhajir Ummu Qois.
Banyak sekali bentuk fitnah wanita, jika wanita itu istri maka banyak para istri dapat memalingkan suaminya dari ibadah, dakwah dan amal shalih yang prioritas lainnya. Jika wanita itu wanita selain istrinya, maka fitnah dapat berbentuk perselingkuhan dan perzinahan. Fitnah inilah yang sangat dahsyat yang menimpa banyak umat Islam.
Ada banyak cerita masa lalu baik yang terjadi di masa Bani Israil maupun di masa Rasululullah saw yang menyangkut wanita yang dijadikan obyek fitnah. Kisah seorang rahib yang membakar jari-jari tangannya untuk mengingatkan diri dari azab neraka ketika berhadapan dengan wanita yang sangat siap pakai, kisah penjual minyak wangi yang mengotori dirinya dengan kotoran dirinya agar wanita yang menggodanya lari, dan cerita nabi Yusuf a.s. yang diabadikan Al-Qur’an. Itu kisah-kisah mereka yang selamat dari fitnah wanita. Sedangkan kisah mereka yang menjadi korban fitnah wanita lebih banyak lagi. Kisah rahib yang mengobati wanita kemudian berzina sampai hamil dan membunuhnya, sampai akhirnya musyrik karena menyembah setan. Kisah raja Arab dari Bani Umayyah yang meninggal dalam pelukan wanita dan banyak lagi kisah-kisah lainnya.
Fitnah Harta
Fitnah dunia termasuk bentuk fitnah yang sangat dahsyat yang dikhawatirkan Rasulullah saw, “Dari Amru bin Auf al-Anshari ra bahwa Rasulullah saw. mengutus Abu Ubaidah bin al-Jarrah ke al-Bahrain untuk mengambil jizyahnya. Kemudian Abu Ubaidah datang dari bahrain dengan membawa harta dan orang-orang Anshar mendengar kedatangan Abu Ubaidah. Mereka berkumpul untuk shalat Subuh dengan Nabi saw. tatkala selesai dan hendak pergi mereka mendatangi Rasul saw., dan beliau tersenyum ketika melihat mereka kemudian bersabda,”Saya yakin kalian mendengar bahwa Abu Ubaidah datang dari Bahrain dengan membawa sesuatu?” Mereka menjawab, ”Betul wahai Rasulullah”. Rasul saw. bersabda, ”Berikanlah kabar gembira dan harapan apa yang menyenangkan kalian, demi Allah bukanlah kefakiran yang paling aku takutkan padamu tetapi aku takut dibukanya dunia untukmu sebagaimana telah dibuka bagi orang-orang sebelummu dan kalian akan berlomba-lomba mendapatkannya sebagaimana mereka berlomba-lomba, dan akan menghancurkanmu sebagaimana telah menghancurkan mereka.” (HR Bukhari dan Muslim).
Pada saat dimana dakwah sudah memasuki wilayah negara, maka fitnah harta harus semakin diwaspadai. Karena pintu-pintu perbendaharaan harta sudah sedemikian rupa terbuka lebar. Dan fitnah harta, nampaknya sudah mulai menimpa sebagian aktifitas dakwah. Aromanya sudah sedemikian rupa tercium menyengat. Kegemaran main dan beraktivitas di hotel, berganti-ganti mobil dan membeli mobil mewah, berlomba-lomba membeli rumah yang mewah dan berlebih-lebihan dengan perabot rumah tangga, lebih asyik bertemu dengan teman yang memiliki level sama dan para pejabat lainnya adalah beberapa fenomena fitnah harta.
Yang paling parah dari fitnah harta bagi para dai adalah menjadikan dakwah sebagai dagangan politik. Segala sesuatu mengatasnamakan dakwah. Berbuat untuk dakwah dengan berbuat atas nama dakwah bedanya sangat tipis. Menerima hadiah atas nama dakwah, menerima dana dan sumbangan musyarokah atas nama dakwah. Mendekat kepada penguasa dan menjilat pada mereka atas nama dakwah dan sebagainya.
Dalam konteks ini Rasulullah saw. dan para sahabatnya pernah ditegur keras oleh Allah karena memilih mendapatkan ghonimah dan tawanan perang, padahal itu semua dengan pertimbangan dakwah dan bukan atas nama dakwah. Kejadian ini diabadikan Al-Qur’an surat Al-Anfaal (8): 67-68, “Tidak patut, bagi seorang nabi mempunyai tawanan sebelum ia dapat melumpuhkan musuhnya di muka bumi. Kamu menghendaki harta benda duniawiyah sedangkan Allah menghendaki (pahala) akhirat (untukmu)…”
Fitnah Kekuasaan
Fitnah kekuasaan biasanya menimpa kalangan elit dan level tertentu dalam tubuh umat. Fitnah inilah yang menjadi pemicu fitnah kubra di masa sahabat, antara Ali r.a. dengan siti Aisyah r.a. dalam perang Jamal, antara Ali r.a. dengan Muawiyah r.a. dalam perang Siffin, antara Ali r.a. dengan kaum Khawarij.
Fitnah kekuasaan ini juga dapat menimpa gerakan dakwah dan memang telah banyak menimpa gerakan dakwah. Para aktifis gerakan dakwah termasuk para pemimpin gerakan dakwah adalah manusia biasa yang tidak ma’shum dan tidak terbebas dari dosa dan fitnah. Yang terbebas dari fitnah dan kesalahan adalah manhaj Islam. Sehingga fitnah kekuasaan dapat menimpa mereka kecuali yang dirahmati Allah. Kecintaan untuk terus memimpin dan berkuasa baik dalam wilayah publik maupun struktur suatu organisasi adalah bagian dari fitnah kekuasaan.
Fitnah kekuasaan yang paling dahsyat menimpa aktifis dakwah adalah perpecahan, saling menjatuhkan, saling memfitnah bahkan saling membunuh. Dan semua itu pernah terjadi dalam sejarah Islam. Semoga kita semua diselamatkan dari semua bentuk fitnah ini.
Untuk mengantisipasi semua bentuk fitnah dunia ini, maka kita harus senantiasa mendekatkan diri kepada Allah dan berlindung dari keburukan fitnah dunia. Mengokohkan pribadi kita sehingga menjadi jiwa rabbani bukan jiwa maadi (materialis) dan juga bukan jiwa rahbani (jiwa pendeta yang suka kultus). Disamping itu kita harus mengokohkan pemahaman kita tentang hakekat dunia, risalah manusia dan keyakinan tentang hisab dan hari akhir.
1. Hakekat Harta dan Dunia
· Dunia adalah permainan dan senda gurau. [QS. Al-Ankabuut (29): 64]
· Kesenangan yang menipu. [QS. Ali Imran (3): 185]
· Kesenangan yang terbatas dan sementara. [QS. Ali Imran (3): 196-197]
· Jalan atau jembatan menuju akhirat, Rasulullah saw bersabda, “Jadilah engkau di dunia seperti orang asing atau musafir.” (HR Bukhari dari Ibnu Umar)
Manusia diciptakan Allah sebagai pemimpin yang harus memakmurkan bumi. Maka mereka harus menguasai dunia atau harta bukan dikuasai oleh harta. Sebagaimana doa yang diungkapkan oleh Abu Bakar r.a., ”Ya Allah jadikanlah dunia di tanganku, bukan masuk ke dalam hatiku.” Seperti itulah seharusnya seorang pemimpin. Memberi teladan tentang pengorbanan total dengan segala harta yang dimiliki, bukan malah mencontohkan kepada pengikutnya mengelus-elus mobil mewah dengan hati penuh harap bisa memiliki.
2. Meyakini hari Hisab dan Pembalasan.
Manusia harus mengetahui dan sadar bahwa kekayaan yang mereka miliki akan dihisab dan dibalas di akhirat kelak. Bahkan semua yang dimiliki dan dinikmati manusia baik kecil maupun besar akan dicatat dan dipertanggungjawabkannya. Oleh karenanya mereka harus berhati-hati dalam mencari harta kekayaan dan dalam membelanjakannya.
3. Sadar dan menyakini bahwa kenikmatan di akhirat jauh lebih nikmat dan abadi.
Rasulullah saw bersabda: ”Allah menjadikan rahmat 100 bagian, 99 bagian Allah tahan dan Allah turunkan ke bumi satu bagian. Satu bagian itulah yang menyebabkan sesama mahluk saling menyayangi sampai kuda mengangkat telapak kakinya dari anaknya khawatir mengenainya.” (Muttafaqun ‘alaihi)
Begitulah, kenikmatan paling nikmat yang Allah berikan di dunia hanyalah satu bagian saja dari rahmat Allah swt sedangkan sisanya Allah tahan dan hanya akan diberikan kepada orang-orang beriman di surga.
Dan kesimpulannya agar kita terbebas dari fitnah dunia, maka kita harus membentuk diri kita menjadi karaktersitik rabbaniyah bukan madiyah dan juga bukan rahbaniyah. Jiwa inilah yang selalu mendapat bimbingan Allah karena senantiasa berintraksi dengan Al-Qur’an baik dengan cara mempelajarinya maupun dengan cara mengajarkannya. Wallahu a’lam

Empat Profil Kader Dakwah Tangguh

Dalam kamus dakwah ada adagium “ad-da’watu satamsyi binaa au bighoirina“, dakwah akan berjalan dengan kita atau tanpa kita. Dakwah merupakan jalan para nabi dan para rasul. Karenanya, akan terus mengalir dan berjalan sampai Islam tegak dan berkuasa di bumi Allah. Dan orang-orang yang terus berjalan bersama dakwah dan istiqamah menyampaikan Islam adalah orang-orang yang mulia. Mereka itu para dai yang mendapatkan petunjuk Allah dan karunia yang besar. Mereka itulah para qiyadah (pemimpin) dakwah dan mereka itulah yang memberikan keteladanan dalam dakwah. Sebaliknya, mereka yang berhenti dari jalan dakwah, tertipu olah gemerlapnya dunia, tidak berhak menyandang gelar sebagai dai, apalagi qiyadah dakwah.
Segala bentuk keteladanan dalam kebaikan bermuara pada contoh yang dilakukan oleh Rasulullah. ”Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (Al-Ahzab: 21)
Dengan keteladan yang dicontohkan Rasulullah, umat Islam menjadi umat terbaik yang dikeluarkan untuk manusia. Dan puncak kebaikan umat ini apa pada tiga kurun generasi pertama, yaitu generasi sahabat, tabi’in, dan tabi’it tabi’in. Rasulullah bersabda,“ Sebaik-baiknya abad adalah abadku, kemudian abad berikutnya, kemudian abad berikutnya.” (Bukhari dan Muslim)
Kemudian pada setiap masa Allah akan membangkitkan pada umat ini orang atau generasi yang akan membangkitkan dan memperbaharui semangat ke-Islaman. “Sesungguhnya Allah akan mengutus pada umat ini pada setiap satu abad orang yang memperbarui urusan agamanya.” (Abu Dawud, Al-Hakim, dan Al-Baihaqi)
Para ulama menyebutkan di antara mujadid (pembaharu) umat yang hadir setiap satu abad, yaitu Umar bin Abdul Aziz, Imam Ahmad bin Hambal, Ibnu Taimiyah, dan Hasan Al-Banna. Untuk lebih mengenal sosok para qiyadah yang memberikan qudwah pada umat, maka di bawah ini sebagian biografi mereka.
1. Umar bin Abdul Aziz
Umar bin Abdul Aziz disebut para ulama sebagai khulafa’ur rasyidin ke-5, karena kesamaan manhaj kepemimpinan beliau dengan empat khalifah pertama penerus Rasulullah saw. Nama lengkapnya Abu Hafsh Umar bin Abdul Aziz Marwan bin Al-Hakam. Ia seorang pemimpin dari generasi tabi’in. Lahir di Halwan Mesir tahun 61 H. Dibai’at menjadi khalifah pada saat wafat saudara sepupunya, Sulaiman bin Abdul Malik, pada tahun 91 H.
Pada saat dibai’at Umar bin Abdul Aziz berpidato. ”Wahai manusia, sesungguhnya tidak ada kitab sesudah Al-Qur’an dan tidak ada nabi sesudah Muhammad saw. Saya bukanlah qadhi (hakim), tetapi saya adalah pelaksana. Saya bukanlah tukang bid’ah, tetapi pengikut setia. Dan saya bukanlah yang terbaik di antara kalian, tetapi saya adalah yang paling berat tanggung jawabnya di antara kalian. Orang yang lari dari imam yang zhalim, bukanlah kezhaliman. Ingatlah, tidak ada ketaatan pada makhluk dalam kemaksiatan pada Khalik,” begitu sebagian isi pidatonya.
Umar bin Abdul Aziz adalah pemimpin yang sangat wara’, zuhud, bersih, dan peduli pada umat. Istrinya menceritakan bahwa pada suatu hari sedang di kamar tidur dan ingat tentang akhirat, beliau gemetar seperti burung dalam air, duduk, dan menangis. Sedangkan perhatiannya kepada umat sangat besar. Ketika akan istirahat siang sejenak karena capai melaksanakan tugas, anaknya memberi nasihat, ”Apakah Ayah menjamin umur ayah akan panjang sesudah istirahat sehingga menunda banyak urusan yang harus diselesaikan?” Umar bin Abdul Aziz tidak jadi istirahat dan langsung meneruskan tugasnya.
Umar bin Abdul Aziz menjadi khalifah hanya dua tahun lebih. Tetapi pada masa itu sangat banyak kesuksesan yang beliau lakukan. Beliau yang menghapuskan caci-maki terhadap Imam Ali dan keluarganya yang dilakukan khatib saat khutbah Jum’at dan mengganti dengan membaca surat An-Nahl ayat 90. Sampai sekarang khutbah Jum’at membaca ayat itu mengikuti sunnah yang baik dari Umar bin Abdul Aziz. Beliau juga menolak Nepotisme dari keluarganya, Bani Umayyah.
Dalam masalah ilmu dan kekhusyu’an, Umar bin Abdul Aziz adalah termasuk ulama panutan. Berkata Maimun bin Mahran, ”Para ulama di hadapan Umar bin Abdul Aziz menjadi murid. Beliau adalah gurunya para ulama.” Di masa beliaulah penulisan hadits-hadits Rasululah saw. dilakukan sehingga berkembanglah tadwin hadits dan penulisan buku hadits.
Sedangkan ibadahnya sangat menyerupai Rasululah saw. Anas bin Malik r.a. berkata, ”Saya tidak shalat berjamaah bersama imam yang lebih menyerupai shalatnya Rasulullah daripada shalat bersama pemuda ini (Umar bin Abdul Aziz) ketika beliau di Madinah.” Anas meneruskan, ”Beliau menyempurnakan ruku’ dan sujud, dan memendekkan berdiri dan baca Al-Qur’an.”
2. Imam Ahmad bin Hanbal
Banyak orang yang mengenal bahwa imam Ahmad bin Hanbal adalah ulama ahli hadits dan fiqh. Memang beliau adalah ahli hadits. Kitabnya yang terkenal bernama Musnad Imam Ahmad. Imam Ahmad disamping hafal Al-Qur’an semenjak kecil, beliau juga hafal banyak hadits. Kitabnya, Musnad Imam Ahmad, terdiri sekitar 40.000 hadits yang ditulis berdasarkan hafalannya. Beliau hafal satu juta hadits dan menghafalnya seperti hafal Al-Fatihah. Beliau berfatwa 60.000 masalah dengan menggunakan firman Allah dan sabda Rasulullah saw.
Imam Ahmad juga ahli fiqh. Bahkan, termasuk salah satu dari empat ulama besar yang menjadi rujukan dalam bidang fiqh (madzhab arba’ah). Imam Ahmad belajar fiqh kepada Imam Asy-Syafi’i. Tentang keutamaan Imam Ahmad, gurunya imam Asy-Syafi’i mengatakan, ”Saya keluar dari Baghdad, demi Allah saya tidak meninggalkan seseorang yang lebih bertakwa pada Allah, lebih ‘alim tentang ajaran Allah, lebih zuhud karena Allah, lebih wara’ dari yang diharamkan Allah, dan yang paling saya cintai melebihi Imam Ahmad bin Hanbal.”
Ujian yang menimpa Imam Ahmad sungguh sangat besar, yaitu ujian dan fitnah penciptaan Al-Qur’an. Fitnah tentang penciptaan Al-Qur’an –yaitu pendapat yang mengatakan bahwa Al-Qur’an adalah makhluk– muncul pertama kali pada masa Al-Ma’mun. Pendapat ini berasal dan diyakini oleh penganut paham Mu’tazilah, dimana Raja Al-Ma’mun merasa kagum dengan pendapat ini dan mengikutinya. Lebih dari itu Al-Ma’mun menggunakan pedangnya untuk memaksa rakyat mengikuti pendapatnya, dan yang menolak akan dibunuh. Al-Ma’mun membunuh sekitar 1.000 ulama yang menolak mengatakan Al-Qur’an itu makhluk. Dan penjara penuh dengan para ulama.
Imam Ahmad berada di barisan paling depan yang menolak bahwa Al-Qur’an itu makhluk. Dan konsekuensinya imam Ahmad dipanggil ke istana. Imam Ahmad berkata, ”Saya diambil tengah malam pada saat saya shalat. Tangan dan kaki saya diborgol, dan berat borgol itu melebihi berat badan saya. Saya dinaikkan di atas kuda, saya berusaha pegangan tetapi saya tidak bisa. Saya hampir jatuh tiga kali, tetapi setiap mau jatuh saya membaca; Ya Allah peliharalah aku. Maka Allah menjaga saya sehingga tidak jatuh. Tatkala saya dimasukkan ke dalam penjara, muka saya diseret. Saya sampai di penjara di akhir malam. Saya tidak tahu di mana letak kiblat dan saya tidak tahu di mana saya waktu itu. Ketika saya menjulurkan tangan, tiba-tiba ada air yang sejuk, maka saya berwudhu dan shalat Fajar.
Ketika pagi saya dibawa dengan kuda untuk kedua kalinya, dan saya belum makan. Hampir saja saya jatuh karena sangat laparnya. Saya dimasukkan ke tempat Mu’tashim. Tatkala saya masuk ia mencabut pedang, ditempelkan ke leherku dan berkata, “Wahai Ahmad, demi Allah saya mencintaimu seperti saya mencintai anaknya Harun Al-Rasyid (Al-Ma’mun). Maka janganlah engkau tumpahkan darahmu di hadapanku.” Kemudian ia memaksa kepadaku agar mengatakan bahwa Al-Qur’an itu makhluk. Imam Ahmad menolak, maka Mu’tasim menyuruh tukang pukulnya untuk memukul Imam Ahmad. Imam Ahmad dicambuk 160 kali, sampai beliau pingsan. Kemudian beliau siuman kembali.
Imam Ahmad dipaksa lagi untuk mengatakan bahwa Al-Qur’an itu makhluk, tetapi beliau tetap menolak, sehingga dicambuk lagi berulang-ulang kali. Sampai punggungnya babak belur karena seringnya dicambuk.
Imam Ahmad kembali dinaikkan ke atas kuda dan dimasukkan ke dalam penjara. Beliau dipenjara selama 28 bulan. Selama di penjara beliau selalu berpuasa dan makanan untuk berbuka cuma roti dan air. Itulah yang dimakan Imam Ahmad selama 28 bulan. Dan terakhir Imam Ahmad dipaksa lagi untuk mengatakan bahwa Al-Qur’an itu makhluk, beliau tetap menolak. Sampai akhirnya mereka tidak bisa berbuat apa-apa dan bosan, kemudian mengembalikan Imam Ahmad ke rumahnya dengan keadaan luka parah. Berkata putranya, Abdullah, ”Ayah kami pulang kembali ke rumah malam hari setelah di penjara, dan langsung jatuh sakit karena luka parah.”
Hari berganti hari, bulan berganti bulan, dan bergantilah kekuasaan dari Mu’tashim kepada Al-Mutawwakil. Mutawwakil adalah pemimpin yang menycintai kebenaran dan sunnah. Dan suatu hari Al-Mutawwakil datang ke Imam Ahmad membawa harta kekayaan dan emas. Maka menangislah Imam Ahmad dan berkata, ”Demi Allah, saya lebih takut akan fitnah kenikmatan melebihi takut saya dari fitnah musibah.” Dan Imam Ahmad menolak semua itu. Begitulah Imam Ahmad. Beliau sakit selama 9 hari kemudian meninggal. Manusia berduyun-duyun bertakziyah mendoakan Imam Ahmad. Yang datang takziyah sekitar 800.000 orang lelaki dan 60.000 perempuan. Dan pada saat beliau meninggal, masuk Islam orang-orang Yahudi, Kristen, dan Majusi sekitar 20.000 orang.
3. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah
Namanya adalah Ahmad bin Abdis Salam bin Abdillah bin Al-Khidhir bin Muhammad bin Taimiyah An-Numairy Al-Harrany Ad-Dimasyqy. Lahir di Harran, salah satu kota induk di Jazirah Arab yang terletak antara sungai Dajlah (Tigris) dengan Efrat, pada hari Senin 10 Rabiu’ul Awal tahun 661H.
Beliau berhijrah ke Damasyq (Damsyik) bersama orang tua dan keluarganya ketika umurnya masih kecil, disebabkan serbuan tentara Tartar atas negerinya. Mereka menempuh perjalanan hijrah pada malam hari dengan menyeret sebuah gerobak besar yang dipenuhi dengan kitab-kitab ilmu, bukan barang-barang perhiasan atau harta benda. Mereka hijrah tanpa seekor binatang tunggangan pun.
Suatu saat gerobak mereka mengalami kerusakan di tengah jalan, hingga hampir saja pasukan musuh memergokinya. Dalam keadaan seperti ini, mereka ber-istighatsah (mengadukan permasalahan) kepada Allah Ta’ala. Akhirnya mereka bersama kitab-kitabnya dapat selamat.
Sejak kecil beliau hidup dan dibesarkan di tengah-tengah para ulama. Jadi, punya kesempatan untuk mereguk sepuas-puasnya taman bacaan berupa kitab-kitab yang bermanfaat. Beliau infakkan seluruh waktunya untuk belajar dan belajar, menggali ilmu terutama kitabullah dan sunah Rasul-Nya.
Pada usia 22 tahun, Ibnu Taimiyah sudah mengajar di perguruan Darul Hadits Al-Syukriyyah, sekolah ternama yang hanya mau menerima tenaga pengajar pilihan. Meski masih tergolong muda, kecerdasannya mampu membuat guru-guru besar sekolah itu geleng-geleng kepala. “Sungguh, siapapun mengakui kebrilianan guru saya yang usianya masih sangat muda itu,” ujar Ibnu Katsir, salah seorang siswa yang akhirnya juga menjadi ulama ternama.
Keluasan ilmu Ibnu Taimiyah juga terlihat dalam penguasaannya terhadap fiqh, hadits, ushul, fara’id, tafsir, mantiq, kaligrafi, hisab, bahkan olahraga. Penguasaan nahwu sharafnya juga luar biasa. Namun ilmu tafsir adalah disiplin ilmu yang paling digandrunginya. Bila sudah berkutat dengan tafsir, beliau tampak asyik sekali. Lebih dari seratus kitab Tafsir Al-Qur’an dipelajarinya. Tak heran bila mengkaji satu ayat saja, dia akan menelaah puluhan tafsir.
Ketika mengkaji tafsir, Ibnu Taimiyah tidak sekadar mengandalkan kecerdasan akal. Tapi juga kecerdasan spiritual. Dia akan selalu memohon kepada Allah swt. agar diberi kepahaman, pergi ke masjid dan bersujud. Wajar bila para pemikir yang hanya mengandalkan kemampuan akal, tanpa spiritual, senantiasa dikecamnya.
Para filosof Yunani juga menjadi sasaran tembaknya. Termasuk pemikir Islam yang bertaklid buta kepada filsafat Yunani, seperti Ibnu Sina. Sebab, menurut Ibnu Taimiyah, filsafat Yunani tak mampu menemukan rahasia ketuhanan. “Mereka adalah sebodoh-bodoh dan sejauh-jauh manusia dalam mengetahui hal-hal yang benar. Komentar Aristoteles, guru mereka, masih terlalu sedikit dan banyak kesalahan. Para filosof telah tertipu dalam mengetahui dan mengenal Allah swt.”
Ibnu Taimiyah termasuk sedikit di antara ulama yang istiqamah memegang prinsip. Akibat keteguhannya itu, ia harus keluar masuk tahanan. Sampai akhir hayatnya ia tetap dalam posisinya seperti itu. Berkali-kali ia diisolir, berkali-kali diintimidasi, tapi ia tak goyah untuk mempertahankan pendiriannya yang diyakini kebenarannya. Tak sejengkalpun ia mundur. Dari lisan Ibnu Taimiyah akhirnya muncul kata-kata mutiara: “Penjaraku adalah berkhalwat, pembuanganku adalah tempat hijrahku, dan pembunuhanku adalah syahid.”
Di antara yang bisa menandai seorang ulama adalah kemampuannya dalam mengendalikan hawa nafsu. Akan tetapi dalam kenyataannya masih banyak dijumpai ulama yang mengumbar hawa nafsunya. Akibatnya, jika mereka berfatwa, fatwanya cenderung mengikuti hawa nafsu. Baik itu hawa nafsunya sendiri, maupun hawa nafsu orang lain. Hawa nafsu orang lain yang paling banyak mempengaruhi ulama dalam sejarah adalah hawa nafsu para penguasa yang diharapkan hadiah-hadiah dan ditakuti ancaman tindakannya.
Ibnu Taimiyah adalah salah seorang ulama yang langka. Dalam mempertahankan keyakinannya, banyak pihak yang kagum. Namun demikian yang benci juga banyak. Sewaktu Ibnu Taimiyah menolak keras paham wihdatul wujud yang diusung Syaikh Muhyiddin Ibnu Arabi, banyak yang marah besar. Pada 5 Ramadhan 705 H, datanglah surat panggilan dari penguasa Mesir dan Syam, Sultan An-Nashir Muhammad bin Qulaun. Rupanya ini hanyalah jebakan para pengikut Ibnu Arabi. Buktinya, Ibnu Taimiyah ditangkap dan dimasukkan ke dalam tahanan selepas ceramah di sebuah majelis.
Beberapa bulan kemudian ada tanda-tanda hendak dibebaskan. Syaratnya, Ibnu Taimiyah harus mencabut sikap kontranya terhadap paham akidah penguasa Mesir. Namun tawaran itu ditolak mentah-mentah. “Ya Tuhanku, penjara lebih aku sukai daripada memenuhi ajakan mereka,” begitu jawaban Ibnu Taimiyah mengutip ayat 33 surat Yusuf.
Meski dipenjara, Ibnu Taimiyah tetap beraktivitas sebagaimana biasa. Ketegaran pribadinya mendorong terus beramar ma’ruf nahi munkar. Sewaktu para narapidana sibuk bermain catur, undian, judi, dan lain-lain sehingga melalaikan shalat, Ibnu Taimiyah tak segan-segan menegurnya. Dia perintahkan secara tegas agar mereka menjaga shalat, senantiasa bertasbih, istighfar, dan berdoa. Berbagai amalan ibadah diajarkan, sehingga para penghuni penjara itu larut dalam kegiatan agama. Bahkan banyak narapidana yang sebenarnya sudah bebas tapi memilih tetap tinggal bersama Ibnu Taimiyah. Akhirnya pada 23 Rabi’ul Awwal 707 H dia bebas berkat pertolongan seorang pejabat Arab.
Begitu bebas, Ibnu Taimiyah bukannya kembali ke Damaskus tetapi memilih tinggal di Mesir yang banyak dihuni orang-orang yang memusuhinya. Dia tetap aktif mengajar, memberikan nasihat, ceramah, dan membentuk majelis-majelis. Tidak lama kemudian beberapa sekolah di Kairo rutin memberi kesempatan ceramah, di antaranya Madrasah Ash-Shalihiyyah. Dari situlah kalangan ulama Mesir mulai terbuka matanya, bahwa ternyata Ibnu Taimiyah tidak sesat seperti mereka duga.
Dalam waktu yang bersamaan, orang-orang yang dengki terus berupaya memasang perangkap. Celakanya, pemerintah Mesir termakan agitasi itu. Ibnu Taimiyah diberi ultimatum: kembali ke Damaskus, tetap tinggal di Mesir dengan syarat tidak mendakwahkan ajarannya kepada masyarakat, atau dipenjara.
Ternyata pilihan ketiga yang dipilihnya: penjara. Namun murid-muridnya menghalangi, dan menyarankan agar Ibnu Taimiyah kembali ke Damaskus. Demi menjaga hati pengikutnya, pada 18 Syawal 770 H Ibnu Taimiyah kembali ke Damaskus. Namun sebentar saja, cuma beberapa jam di Damaskus. Penjara lebih ‘dirindukannya’. Meski begitu Ibnu Taimiyah tidak bisa serta merta masuk penjara sebab rupanya kalangan qadhi dan ulama Mesir berselisih pendapat tentang penahanan itu. Alasan memenjaranya tidak jelas. Melihat pertentangan pendapat itu, Ibnu Taimiyah akhirnya mengambil keputusan sendiri: masuk penjara.
Meski di penjara, Ibnu Taimiyah tetap dinanti-nanti fatwa dan nasihatnya. Berbondong-bondong orang menjenguknya. Pemandangan yang sungguh ganjil, sehingga akhirnya Ibnu Taimiyah dibebaskan. Murid-muridnya di Madrasah Ash-Shalihiyyah dan beberapa majelis kajian dapat kembali mendengar ceramah-ceramahnya.
Tak lama kemudian terjadi pergeseran konstalasi politik di Mesir. Sultan An-Nashir Muhammad bin Qulaun yang mulai simpati kepada Ibnu Taimiyah turun takhta, diganti Ruknuddin Bibrus Al-Jasynaker. Sementara Syaikh Nashr Al-Munbajji Al-Murabbi Ar-Ruhi ulama yang berlawanan akidah dengan Ibnu Taimiyah menjadi penasihat raja. Lahirlah keputusan-keputusan politik yang memojokkan ulama yang berseberangan dengan ‘ulamanya’ penguasa. Ibnu Taimiyah pun dibuang ke Iskandariyyah (akhir Shafar 709 H) dengan dalih menghindarkan Mesir dari disintegrasi.
Di tempat barunya, Ibnu Taimiyah tetap kebanjiran pengikut. Rumahnya di Iskandariyyah yang luas, bersih, dan indah terbuka 24 jam untuk siapa saja. Banyak kalangan pembesar maupun fuqaha yang datang meminta nasihat spiritual kepadanya. Sultan An-Nashir Muhammad bin Qulaun yang akhirnya kembali memimpin Mesir dan Syam (akhir 709 H), berkenan mengangkat Ibnu Taimiyah sebagai penasihat spiritualnya.
Sampai akhir tahun 726 H, Ibnu Taimiyah berkonsentrasi pada pendidikan, menulis, ceramah-ceramah, dan mengeluarkan fatwa. Fatwa yang cukup terkenal adalah larangannya menziarahi kubur, termasuk kubur Rasulullah saw. Ibnu Taimiyah bersandar pada sebuah hadits yang diriwayatkan Bukhari Muslim, “Allah melaknati orang-orang Yahudi dan Nashara yang menjadikan kubur nabi-nabi mereka sebagai masjid.”
Terang saja banyak kalangan merasa gelisah, sebab Rasulullah saw. adalah manusia suci yang selama ini diagungkan. Banyak ulama yang menganggap fatwa itu ‘tidak sopan’ dilihat dari segi kedudukan Nabi saw. Akhirnya pemerintah turun tangan, mengeluarkan surat perintah penangkapan atas diri Ibnu Taimiyah (7 Sya’ban 726 H).
Namun rupanya pemenjaraan yang ketiga kali itu dimanfaatkan pihak-pihak tertentu yang selama ini telah membencinya. Murid dan pendukung Ibnu Taimiyah dianiaya. Beberapa di antaranya dimasukkan penjara, ada juga yang dinaikkan di atas keledai lalu diarak beramai-ramai dan dimaki-maki. Bahkan Syamsuddin Muhammad bin Qayyim Al-Jauziyyah yang paling getol membela Ibnu Taimiyah dipenjara seumur hidup dan meninggal di penjara.
Seperti sebelumnya, penjara tak menghalangi Ibnu Taimiyah terus berkarya. Tentu ini mengkhawatirkan pihak penguasa. Tanggal 9 Jumadil Akhir 728 H, pemerintah merampas semua alat baca dan tulis di penjara. Hebatnya, Ibnu Taimiyah terus menulis dengan memanfaatkan kertas-kertas sampah dan arang sebagai alat tulisnya.
Satu hal yang tak bisa dilawannya, kondisi fisik yang digerogoti usia. Dia akhirnya jatuh sakit. Berita itu segera tersebar keluar penjara sehingga beberapa pejabat datang menjenguknya seraya minta maaf atas pemenjaraan itu. Terhadap mereka, dengan arif ia berkata, “Sungguh aku telah menghalalkan orang-orang yang memusuhiku karena mereka tidak tahu bahwa aku dalam kebenaran. Aku juga memaafkan Sultan An-Nashir yang memenjarakanku. Pendeknya, aku telah memaafkan semua orang yang memusuhiku, kecuali orang-orang yang memusuhi Allah dan Rasul-Nya.”
Pada malam 22 Dzulqa’idah 728 H, ulama ini meninggal dunia. Penduduk negeri Mesir dan Syam gempar. Sewaktu jenazah Ibnu Taimiyah dimandikan, orang berdesak-desakan ingin melihat dan menghormatinya. Sewaktu dishalatkan di Masjid Jami’ Al-Amawi, warga semakin banyak. Pasar kosong. Toko dan warung-warung tutup. Banyak di antara mereka yang lupa makan dan minum. Kumpulan manusia itu menimbulkan bergemuruh. Ada yang menangis, meratap, memuji, dan mendoakannya. Orang yang memikul keranda Ibnu Taimiyah kesulitan bergerak, hanya bisa bergeser sejengkal demi sejengkal, itupun maju mundur. Sebelum Ashar, jenazah itu dikebumikan di kubur Ash-Shufiyyah. Di kuburan itu sebelumnya telah dimakamkan beberapa ulama seperti Ibnu Asakir, Ibnu Shalah, Ibnul Hujjah, dan Imaduddin bin Katsir.
Di belahan bumi lain, kaum muslimin seantero dunia melaksanakan shalat ghaib. Timur Tengah, Afrika, sampai Yaman dan Cina, semua larut dalam keharuan atas meninggalnya Ibnu Taimiyah. Meski jasadnya telah tiada, pemikirannya telah hidup sampai saat ini. Al-Hafizh Ibnul Qayyim Al-Jauziyah, Ibnu Abdul Hadi, Ibnu Katsir, dan Al-Hafizh Ibnu Rajab adalah di antara murid-murid yang terus berupaya menghidupkan semangat perjuangannya.
4. Hasan Al-Banna
Imam Hasan Al Banna adalah imam para dai di abad 20, sesuai dengan namanya beliau adalah pembangun generasi yang baik. Imam Hasan bin Ahmad bin Abdurrahman Al-Banna lahir pada tahun 1906 M di daerah Mahmudiyah kota kecil dekat Iskandariyah Mesir. Ayahnya seorang ulama yang diakui keilmuannya oleh ulama lain. Disamping itu beliau bekerja sebagai tukang reparasi jam dan penjilidan buku sehingga ayahnya dikenal dengan julukan Asy-Syaikh As-Sa’ati.
Lingkungan pedesaan yang jauh dari hiruk-pikuk suasana kota turut membantu perkembangan Hasan Al Banna. Sehingga dalam usia yang masih muda beliau sudah berhasil menghafal Al-Qur’an. Beliau disamping berguru pada ayahnya juga berguru pada ulama lain, sampai akhirnya mengantarkan beliau belajar di Universitas Darul Ulum Kairo.
Ghirah keislamannya sudah tumbuh semenjak kecil. Beliau sangat rajin ibadah dan suka mengunjungi para ulama untuk berdiskusi tentang masalah agama dan problematika umat. Sehingga tidak aneh para ulama dan gurunya sangat mencintai beliau dan menaruh harapan yang besar terhadap Hasan Al-Banna. Kegundahannya terhadap kemaksiatan menyebabkan Hasan Al-Banna kecil bersama teman-temannya membuat organisasi Menolak Keharaman. Dan diantara aktivitasnya, mengingatkan umat Islam yang melakukan dosa dan meninggalkan kewajiban Islam seperti shalat, puasa, dan lain-lain. Hasan Al-Banna juga punya kegiatan yang dilakukannya ketika masih kecil, yaitu membangun-bangunkan orang tidur dari rumah ke rumah untuk shalat Subuh berjamaah di masjid.
Pada tahun 1928 pada saat berusia 22 tahun, beliau mendirikan Jama’ah Ikhwanul Muslimun. Tokoh-tokoh yang bergabung di jama’ah ini di antaranya Syaikh Muhibbuddin Al-Khatib, ulama hadits; Syaikh Dr. Musthafa As-Siba’i, ahli hukum; Syaikh Amin Al-Husaini, mufti Palestina. Dan sekarang dakwah yang dirintisnya sudah masuk ke lebih dari 70 negara. Hampir tidak ada gerakan reformasi di dunia Islam yang tidak terpengaruh oleh pemikiran Jama’ah Ikhwanul Muslimun. Kelebihan Imam Hasan Al-Banna bukan pada kemampuannya ta’liful kutub (mengarang buku), tetapi pada ta’liful qulub (menyatukan hati) dan ta’lifur rijal (mencetak generasi muslim). Tidak aneh jika pengikutnya hampir ada di seluruh penjuru dunia. Penamaan Jama’ah Ikhwanul Muslimun juga tidak lain dari keinginan beliau untuk menyatukan umat Islam dan mengembalikan mereka dalam kejayaan Islam.
Berkata ulama India Abul Hasan Ali Al-Hasani An-Nadawi tentang imam Hasan Al Banna, ”Kehadirannya cukup mengejutkan Mesir, dunia Arab dan dunia Islam secara keseluruhan. Semua terkejut oleh dakwah, tarbiyah, jihad dan kekuatannya yang unik. Allah telah mengumpulkan pada dirinya berbagai kemampuan yang kadang-kadang tampak kontradiktif di mata psikolog, sejarawan, dan kritikus, yaitu pemikiran yang brilian, pemahaman yang cemerlang, wawasan yang luas, perasaan yang kuat, hati yang penuh berkah, semangat yang membara, lisan yang fasih, zuhud dan qanaah –tanpa menyiksa diri– dalam kehidupan pribadinya. Cita-cita dan kepedulian yang tinggi dalam menyebarkan da’wah.”
Perhatian Hasan Al Banna terhadap Islam dan umat Islam sangat besar termasuk umat Islam yang jauh dari Mesir, seperti Indonesia. Hal ini yang menjadikan beliau memimpin sendiri Komite Solidaritas bagi Kemerdekaan Indonesia. Dan utusan Indonesia yang berkunjung ke Mesir saat itu, yaitu H. Agus Salim, Dr. H.M. Rasyidi, M. Zein Hasan dan lain-lain, mengucapkan terima kasih kepada Hasan Al-Banna atas dukungan untuk kemerdekaan Indonesia.
Imam Hasan Al Banna berpesan kepada pengikut-pengikutnya, ”Anda sekalian adalah ruh baru yang mengalir dalam jasad umat ini.” Dakwah dan jihad Hasan Al-Banna membuat kecut thaghut (penguasa yang lalim) yang hidup pada masa beliau. Tidak ada cara lain kecuali memusnahkan dakwah Hasan Al Banna. Tepat di depan kantor Organisasi Pemuda Islam yang didirikannya, Hasan-Al Banna ditembak. Sebagian pelaku membawa Hasan Al-Banna ke rumah sakit dan meminta kepada penjaga rumah sakit untuk membiarkannya tanpa penanganan medis.
Sampai setelah dua jam tanpa pertolongan medis, Hasal Al-Banna meninggal dunia. Tahun itu tahun 1949 M. Hasan Al-Banna dishalatkan oleh ayahnya yang sudah sepuh dan 4 orang wanita. Begitulah Hasan Al-Banna yang hidup untuk Islam dan umat Islam. Meninggal akibat konspirasi yang menginginkan dakwahnya redup. Tetapi kematiannya tidak membuatnya mati. Dakwahnya tetap hidup dan namanya tetap harum. Pendukung gerakan dakwahnya semakin banyak.
Demikianlah Allah akan menjaga agama-Nya. Dia selalu mengutus pada setiap abad ulama yang akan mengembalikan Islam pada kemurnian dan kejayaannya. Rasulullah saw. Bersabda, “Sesungguhnya Allah akan mengutus pada umat ini pada setiap satu abad orang yang memperbarui urusan agamanya.” (Abu Dawud, Al-Hakim dan Al-Baihaqi).